Kamis, 29 September 2016

Pemilik Bumi Awan
( Biografi Singkat Rohman Hikmat )
Seuntai tangis rindu mengeja setiap lelehan air mata yang basah, bukan terkira air mata yang mulai kering di pipi, namun ingatan yang membelenggu bukannya menjadi angkara murka, melainkan menjadi belaIan sedih yang meledak.Sementara saja tangis yang tak bisa mereda, tangis bengis mengais gerimis tipis telah hilang di antara lembaran bumi yang berkaca.Aku kembali merangkai huruf demi huruf merangkai narasi yang bahagIa, bukan karena aku atau kamu, tapi karena keinginan bersama yang mulai kulumat demi kemakmuran umat dan bangsa.
Gema tangis tedengar sangat bengis di antara rangkaian malam yang tak henti menancapkan bintang, di antara tumpukan-tumpukan ranjang kasur terdengar tangis dengan desir hati yang mengekang jiwa. Suasana hening memang menciptakan kesedihan yang bengis dan meluapkan amarah yang terarah.
IMG_7426.JPGNamanya Rohman Hikmat, terkenal sebagai penangis yang bengis di Asrama Bina Siswa SMA Plus Cisarua, tempat yang seharusnya menjadi penikmat calon petinggi konglomerat namun meninggalkan luka yang berkarat. Mengeja ilmu di bumi awan tepatnya Cisarua, Kab. Bandung Barat bukan hal yang mudah untuknya karena Dia terbentang jauh dari kota kelahirannya. Dia dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 15 Oktober 1999, sekarang Dia berusia 17 tahun. Bukan hal yang mudah untuknya mengais usia dewasa tanpa bimbingan dan kasih sayang orang tua secara langsung. Jarak memisahkan dirinya bersama orang tuanya meski untuk kemajuan dirinya di masa depan.
Sejak menempuh jenjang pendidikan Sekolah Dasar di SDN Selagombong, Rohman tak pernah jauh dari orang tuanya. Kedua orang tuanya selalu menjadi motivasi penyemangat yang memancar dalam hidupnya, bahkan Rohman sering menjadi juara kesatu di kelasnya karena semangat orang tuanya tak pernah beku dalam balutan kasih sayangnya. Dunia seakan selalu putih dalam kasih yang terpilih rapih oleh Tuhan untuknya, orang tuanya yang selalu mencipta bahagia meski raga serasa tak layak menerima. Masa kecil yang sungguh indah dikenang untuknya, namun tidak untuk sekarang, Ia mengatakan tidak semenjak Ia menginjakkan kakinya di Asrama Bina Siswa. Rohman merasa ingatan yang lajang semasa kecilnya membuka tangis yang bengis, rindu yang membelenggu menjadi murka yang menerka. Kini masa kecilnya hanya kenangan belaka, masa lalu yang runtuh, bukan karena orang lain, namun karena pilihannya yang tak pernah Ia anggap sebagai pilihan yang tepat.
Terbenam sudah masa Sekolah Dasar yang membuatnya semakin sakit, Rohman merasa pikirannya mulai membuka kembali lembaran masa lalunya. Setelah selesai menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SDN Selagombong. Rohman melanjutkan sekolahnya ke SMPN 4 Cibadak, disana Rohman mulai melumat kembali kenangan yang indah. Masa-masa orientasi yang sangat menyenangkan, tertawa bersama teman baru yang tak pernah tercipta kesenjangan, bahkan episode baru yang sangat menyenangkan serasa diciptakan Tuhan. Namun berbeda dengan satu nama yang mengejutkan jiwa, membuat nadinya berhenti sejenak dalam hitungan detik, dan napas serasa sesak dalam beberapa saat. Nama tersebut adalah MOSA, hal yang sangat menggetirkan jiwa saat menyentuh daun telinga, tak seindah episode baru di Sekolah Menengah Pertama namun sekejam permata yang menusuk tajam kulit yang luka.
Teringat masa-masa bersama keluarganya di rumah, Rohman terlahir dari keluarga yang sederhana namun selalu mencurahkan semua kasih sayangnya yang tak terkira menjadikan Rohman sangat sulit menerima kenyataan bahwa Dia saat ini jauh dari kedua orang tuanya. Tak terhitung jari berapa kali Dia telah menangis dalam belaian bintang yang tak pernah berguguran, semuanya berawal dari kekecewaan yang mendalam saat Ia pertama kali menjadi siswa di Asrama Bina Siswa, awalnya kebahagiaan yang menyapa dalam degup jantung yang bernyawa, dengan ridha orang tuanya Dia menjelajah pendidikan SMA di Bandung tepatnya SMA Negeri 1 Cisarua, namun kebahagiaannya seketika lenyap saat Ia bertemu dengan yang namanya MOSA ( Masa Orientasi Siswa Asrama).
MOSA adalah sejenis orientasi atau pengenalan lingkungan asrama untuk siswa baru, MOSA yang Rohman jalani dengan hati yang begemuruh ricuh, dendam yang mendalam, emosi yang harus terkontrol karena ketakutan.8 Juli 2014 menjadikan pengalaman terburuk semasa hidupnya.Meski MOSA hanya terhitung hari atau lebih tepatnya tiga hari namun serasa dunia berputar sangat lambat, waktu terasa begitu enggan memutar detik menjadi menit dan menit menjadi jam. Kepala botak yang ditanam di lapangan dengan matahari tepat memuncak di atas kepala terasa sangat panas sekali, andai Rohman saat itu dihidangkan dengan kolam renang, Ia akan langsung nyebur ke dalamnya.
DSC01739.JPGTiga hari menjadi awal mula kesedihannya, tangis yang beredar di atas perputaran bintang selalu meghIasi malamnya di asrama, meski Ia tak perlu lagi sulit mencari air untuk mandi, rambut yang mulai tumbuh. Namun suasana MOSA masih menancap tajam pada dirinya, bahkan menciptakan luka yang berkarat. Ia sempat menuliskan paragraf puisi bahwa Dia ingin pergi dari Asrama di sela-sela waktu belajar malamnya.
Aku Masih Tak Percaya
Mendekap bulan yang fasih becerita, bintang yang mengeja setIap ukiran langit malam, terlihat jelas di sela malamku saat ini. Kuintip dari jendela, sangat indah terlihat, Namun tidak dengan hatiku. hatiku teriris tangis mengais bengis.
Kenangan yang berkarat, rindu yang menggebu selalu menghantu.Aku ingin pergi saja dari kekejaman tempat calon pencari ilmu.
Kawah candra di muka mengekang hatiku.Kalau bisa, aku ingin mengeja mentari pagi, menginggalkan kalIan semua teman angkatanku. Walau kalIan mungkin sakit, adanya aku disini lebih sakit.
Namun aku tak bisa dengan keterbatasan.Tuhan, beri aku jalan agar tetap bertahan, menahan kejamnya malam yang mencekam.
Awalnya Rohman masih tak percaya dengan keadaannya saat ini, Ia kira masih ada sapaan hangat dari orang tuanya setiap Ia bangun dari lelapnya tidur. Namun itu hanya mimpinya yang selalu tak akan pernah tercipta. Ia masih sendiri, tenggelam dalam sepi yang memagut dirinya. Padahal teman seangkatannya banyak, namun Ia tak mudah untuk mendapatkan teman baiknya. Mungkin karena Dia masih merasakan sakit hati dari MOSA yang telah menimpanya. Keadaanya semakin terpuruk buruk, keegoisan dirinya menjadikan Iasering  sakit. Tak terhitung berapa teman yang telah Ia buat sakit hati atas tingkahnya, karena dirinya yang tak pernah menganggap mereka teman.
Sukabumi selalu menghantui pikirannya selama ini, kenangan indah bersama keluarganya tak mungkin bisa terlepas begitu saja. Ia selalu mengingat dengan benar alamat rumah keluarganya yaitu di kampung Cicadas, Kec. Cibadak. Ia sebenarnya ingin memulai hidup di Asrama dengan baik dan taat pada peraturan, namun hatinya selalu menolak dengan kejam, jiwanya seakan mengalir untuk melanggar dan kabur dari Asrama. Sungguh Ia akan menjadikan Asrama sebagai kenangan terburuknya selama masa hidupnya. Jl. Kolonel Masturi No.64 Kec. Cisarua Kab. Bandung Barat, tempat dimana Ia hidup, tempat dimana Ia dibina di Asrama Bina Siswa selalu mengekang hidupnya, hatinya menjerit selama Ia mendengar tempat dan alamat tersebut melewati gendang telinganya.
Malam berganti pagi, bumi berputar seiring waktu yang menjalankanya, tak terasa sebulan telah Rohman lewati menjalani hidup di Asrama Bina Siswa meski dengan segala keterbatasan yang Ia miliki, hati yang rapuh namun jiwanya tetap kuat seperti baja yang tajam. Bukan karena dirinya sendiri namun karena rayuan elok dari teman seangkatannya. Awalnya Ia berencana untuk memundurkan diri dari Asrama Bina Siswa, namun teman-temannya melarang. Mereka langsung mengunjungi Rohman di kamar sakitnya. Mereka mengatakan bahwa Ia tidak sendiri, teman-temannya itu bukan sekedar teman, mereka adalah keluarganya. Mereka tak mau kehilangan Rohman yang telah mereka anggap sebagai keluarganya sendiri, mereka pula tak ingin kehilangan separuh jiwanya saat Rohman pergi.Mereka mengatakan bahwa mereka satu, satu sakit maka semua sakit.
Semenjak kejadian itu, Rohman mulai terbuka dengan teman-temannya.Ia mulai bercerita masalah hidupnya. Rohman berjanji bahwa Diaakan menghapus kata memundurkan diri dari lembaran kamus kata di pikirannya. Meski perubahannya tidak signifkan, namun teman-temannya tek lelah memberinya semangat. Rohman mulai memiliki sahabat baik yang sering Ia jadikan sebagai tempatnya berlindung atas segala masalahnya. Namanya Anton Nugroho, Dia adalah sahabat Rohman yang sangat baik sehingga membuatnya masih dapat bertahan. Sebenarnya tak hanya Anton ada beberapa teman lain yang membuatnya semangat namun tak melebihi Anton baiknya.
            Bulan mulai fasih lagi menampakan wujud indahnya di antara hamparan langit malam namun tak lagi sekelam hati Rohman.Ia sudah mulai berubah menjadi lebih dewasa, dengan semangat dan dukungan dari teman seangkatannya Ia mulai merubah semua kebiasaan masa lalunya. Sifat egois sudah menjadi musuh yang Ia murkai, Ia sekarang lebih bahagia menjalani hidupnya di asrama dengan penuh kebersamaan, tak ada langi tangis yang bengis menghIasi malam-malam di asrama. Namun julukan penangis yang bengis tak pernah hilang dari dirinya. Hal itu tak menyebabkan dirinya sebal ataupun marah melainkan mengingatkan dirinya bahwa Ia tercipta karena luka, perjuangan yang sakit dan perih, serta kemurahan dan kesetiaan teman-temannya Ia bisa merasakan nikmatnya hidup walau jauh dari kasih sayang orang tuanya.
            Setahun Dia telah berhasil melewati masa kelamnya di Asrama, rasa rindu pada orang tuanya yang menjejak dalam pijakan memorinya kini mulai sirna, bukan sirna dalam artian Ia melupakan, namun sirna karena Ia telah rela dan ikhlas demi tujuan dan cita-citanya. Rohman mulai bisa berubah akan pola pikirnya. Dirinya menjadi mentari dengan keelokan yang selalu Ia cipta di setiap pagi, Dia menjadi embun hangat yang tak pernah hilang dalam daun tempat Ia hinggap. Kini Rohman mulai menikmati masa hidup di asrama meski perjuangan menyisakan keringat yang menyengat.
            Dari perubahan sikapnya tersebut, Rohman berhasil menggenggam bumi awan yang Ia pijak, tiada lain tiada bukan adalah tempatnya mengeja Ilmu yaitu Asrama Bina Siswa dan SMA Negeri 1 Cisarua. Puisinya yang berjudul Bioritme Edelweiss berhasil masuk masuk dalam sebuah buku “Antologi Puisi Favorit, Sekaleng Bir Dan Segelas Air mata” yang diterbitkab oleh Sabana Pustaka.
IMG_7567.JPG            Rohman tak lagi tidak besemangat dan mengeluh menjalani kehidupan di Asrama Bina Siswa, Dia berhasil melewati masa-masa kelam yang hampir membuatnya terjerat dalam sebuah alunan nada hitam yang mencekam. Dia semakin mengerti makna sebuah kehidupan, Dia yakin bahwa Dia bisa melewati semua tantangan hidupnya, Dia percaya bahwa suatu saat Dia akan menggenggam dunia karena Dia telah berhasil menaklukan kejamnya Bumi Awan Asrama Bina Siswa, tak lagi Dia takut dengan kekejaman dunia yang hinggap di depan matanya.
            Senja kini telah merebut langit dari getaran matahari, Rohman telah menjadi dirinya yang dewasa, pikiran yang terbuka tentang kemandirian, rasa yang menjadikan diri mengerti tentang kebersamaan, dan hidup yang bukan sekedar hidup, namun hidup yang bermanfaat untuk orang di sekitarnya. MOSA memang memberikan kenangan buruk baginya. Namun Rohman bertekad untuk memakan kenangan MOSA menjadi awal mula kehidupan yang layaknya manusia yang berguna.
            Rohman selalu berpikir bahwa panitia MOSA yang selama ini menghantui pikirannya sehingga tak mampu mencairkan dendamnya yang terlanjur beku, karena tiga hari bersama mereka membukakan mata Rohman bahwa mereka tengah menjelma menjadi kutukan iblis saat  menjadi panitia MOSA. Namun semenjak Ia merasakan sendiri menjadi panitia MOSA pada 22 Juli 2015, dia menghapus semua pikiran kotor yang telah terjerat tak bisa dilepas dalam pikirannya.
IMG_1146.JPG            Menjadi panitia MOSA 2015 ternyata tak semudah yang Rohman pikirkan, Rohman sibuk dengan kepanitiaannya. Bahkan Rohman pikir menjadi panitia MOSA tak seindah manusia yang hanya mengkritik tajam, Rohman sibuk dalam setiap keadaan, dari mulai mempersiapakan acara apa yang akan dilaksanakan dan mempersiapkan pula kegiatan yang berikutnya akan dilaksanakan.
            Setelah menjadi panitia MOSA, Rohman baru sadar akan perasangka buruk yang telah ia lakukan pada panitia MOSA tahun lalu. Rohman baru mengerti tujuan mereka membentak, tujuan mereka menyuruh peserta agar melakukan sesuatu dengan cepat. Hal tersebut banyak sekali hubungannya dengan sikap kedewasaan yang patut kita miliki, khususnya yang sedang mengenyam pendidikan di SMA. Sikap tanggung jawab, disiplin, kompak, dan taat terhadap aturan adalah hal yang tak bisa didapatkan di sekolah. Namun pelajaran hidup ini dapat Rohman rasakan di tempat tinggalnya saat ini, tiada lain adalah Asrama Bina Siswa. Tempatnya mengeja makna hidup dan melewati samudera keringat.

“Hidup itu bukan maslah kepentingan pribadi namun masalah kepentingan orang banyak, hidup itu bukan masalah ikhlas dalam memberi namun juga ikhlas terhadap apa yang Tuhan berikan kepada kita

Kamis, 15 September 2016

Aku ingin menjadikanmu teman dan musuhku
Di antara sela-sela pagi
Yang menyemburat di antara mentari
Kini umurmu telah bertambah
Dan kuburmu akan semakin menggupai
Dan kita akan kembali
Kembali ke jalan Allah SWT
***
Aku ingin menjadi temanmu
Denganmu aku mendekap harapan
Memberiku sebuah janji secerah mentari
Namun itu telah terkubur
Bersama dengan senja
Dan semenjak kita berbeda
Takdir yang mengupas jarak dan ruang
Tapi aku ingin menjadi musuhmu
Musuh yang mengekang luka
Karatnya yang sangat membakar semangat
Membawa harapan menjadi mimpi semu
Namun kau rajut di antara mentari
Namun aku telah buat kau bimbang
Aku ingin menjadi teman dan musuhmu
Teman dalam ikatan ukhuwah
Merangkai permusuhan hanya untuk mendobrak pintu kemenangan
Lalu simpan semuanya rapat-rapat
Dan mimpi mulai terbuka lebar
Aku rindu telah menjadi musuhmu
Dalam berebut sesuatu
Bersaing dengan normalnya jiwa
Di antara belaian senja
Yang telah membuka peluang
Menjadi sosok yang dirindukan
Namun itu hanya mimpi
Yang hilang bersama angan-angan yang mati
***
Namun itu berakhir
Berakhir dengan kenangan yang berkarat
Ending yang kita rangkai bahagia
Menjelajah bumi ini
Demi merangkai ukhuwah
Lalu terdiam dalam keluarga sederhana
Kami biasa menyebutnya SILIWANGI SUNDABUANA
Kita memang keluarga
Tak bisa dipaisahkan
Tak lupa suka dan duka
Kita bukan teman
Apalagi merasa musuh
Kita lebih dari itu
Kita SATRIA yang berkeluarga
***
Umurmu kini kian bertambah
Kamu akan menjadi dewasa
Semangat menjalin hidup baru
Dengan masalah yang semakin maju
Tasbih itu, jangan pernah kaulupakan
Teman, musuh, keluargaku
Kita bertasbih dalam alunan SILIWANGI SUNDABUANA